Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh…
إِنّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
و مِنْ سَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى
مُحَمّدٍ
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا
اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
(QS. Al-A'raf 7:199) خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ
عَنِ الْجَاهِلِينَ
Para
hadirin khutbah jumat yang saya hormati, potongan ayat Al Qur’an diatas
merupakan potongan ayat dari surah Al-A’araf yata 199 yang artinya :
“Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf,
serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”. (Al-A’raaf: 199)
Ayat
ini menurut Az-Zamaksyari dan Ibnu Asyur termasuk kategori “Ajma’u Ayatin fi Makarimil Akhlak”, ayat yang paling komprehensif dan lengkap tentang bangunan
akhlak yang mulia, karena bangunan sebuah akhlak yang terpuji tidak lepas dari
tiga hal yang disebutkan oleh ayat diatas, yaitu mema’afkan atas tindakan dan
prilaku yang tidak terpuji dari orang lain, senantiasa berusaha melakukan dan
menyebarkan kebaikan, serta berpaling dari tindakan yang tidak patut.
Imam Ar-Razi juga memahami ayat ini sebagai manhaj yang lurus dalam bermu’amalah dengan sesama manusia yang jelas menggambarkan sebuah nilai akhlak yang luhur sebagai cermin akan keluhuran ajaran Islam, terutama di tengah ketidak menentuan bangunan akhlak umat ini.
Imam Ar-Razi juga memahami ayat ini sebagai manhaj yang lurus dalam bermu’amalah dengan sesama manusia yang jelas menggambarkan sebuah nilai akhlak yang luhur sebagai cermin akan keluhuran ajaran Islam, terutama di tengah ketidak menentuan bangunan akhlak umat ini.
Para
hadirin siding jum’ah Rakhimakumullah..
Secara
tematis, mayoritas tema surah Al-A’raaf memang berbicara tentang prilaku dan
perbuatan tidak bermoral dan jahil orang-orang musyrik, maka menurut Ibnu
‘Asyur, sesungguhnya ayat ini merupakan solusi yang ditawarkan oleh Al-Qur’an
atas perilaku umumnya orang-orang musyrik. Bahkan posisi ayat ini yang berada
di akhir surah Al-A’raaf sangat tepat dijadikan sebagai penutup surah dalam
pandangan Sayid Quthb dalam tafsir Fi Dzilalil Qur’an karena
merupakan arahan dan taujih langsung Allah swt kepada Rasul-Nya Muhammad saw dan
orang-orang yang beriman bersama beliau saat mereka berada di Makkah dalam
menghadapi kebodohan dan kesesatan orang-orang jahiliyah di Makkah pada periode
awal perkembangan Islam.
Berdasarkan
tematisasi ayat yang berbicara tentang akhlak mema’afkan, maka ayat yang mengandung perintah mema’afkan
ternyata ditujukan khusus untuk Rasulullah SAW sebagai teladan dalam sifat ini.
Dalam surah Al-Baqarah ayat 109 misalnya, Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad
saw agar tetap menjunjung tinggi akhlak mema’afkan kepada setiap yang beliau
temui dalam perjalanan dakwahnya. Allah swt berfirman, “Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai
Allah mendatangkan perintah-Nya Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu”.
Bahkan
dalam surah Ali Imran Ayat 159, Allah menggambarkan rahasia sukses dakwah
Rasulullah saw yang dianugerahi nikmat yang teragung dari Allah swt yaitu
nikmat senantiasa bersikap lemah lembut, lapang dada dan mema’afkan terhadap
perilaku kasar orang lain, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan
itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.
Para
hadirin khutbah jum’at sekalian..
Secara
redaksional, perintah mema’afkan dalam ayat Makarimil Akhlak di atas
bersifat umum dalam segala bentuknya. Ibnu ‘Asyur menyimpulkan hal tersebut
berdasarkan analisa bahasa pada kata “Al-Afwu” yang merupakan lafadz umum dalam
bentuk “ta’riful jinsi” (keumuman dalam jenis dan bentuk mema’afkan).
Mema’afkan disini bisa diartikan sebagai sikap berlapang dada, tidak membalas
prilaku buruk orang, bahkan mendoakan kebaikan untuk mereka. Namun tetap
keumuman Al-Afwu disini tidak mutlak dalam setiap keadaan dan setiap waktu,
seperti terhadap orang yang membunuh sesama muslim dengan sengaja tanpa alasan
yang benar, atau terhadap orang yang melanggar aturan Allah swt secara
terang-terangan berdasarkan nash Al-Qur’an dan hadits yang mengecualikan
keumuman tersebut.
Demi
keutamaan dan keagungan kandungan ayat diatas, Rasulullah saw menjelaskannya
sendiri dalam bentuk tafsir nabawi yang tersebut dalam musnad Imam Ahmad dari
Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah saw pernah memberitahukan kepadanya tentang
kemuliaan akhlak penghuni dunia. Rasulullah saw berpesan: “Hendaklah kamu menghubungkan tali silaturahim dengan orang yang
justru berusaha memutuskannya, memberi kepada orang yang selalu berusaha
menghalangi kebaikan itu datang kepadamu, serta bersedia mema’afkan terhadap
orang yang mendzalimimu”.
Penafsiran Rasulullah saw terhadap ayat diatas sangat jelas korelasinya. Seseorang yang menghubungkan silaturahim kepada orang yang memutuskannya berarti ia telah mema’afkan. Seseorang yang memberi kepada orang yang mengharamkan pemberian berarti ia telah datang kepadanya dengan sesuatu yang ma’ruf. Serta seseorang yang memaafkan kepada orang yang telah berbuat aniaya berarti ia telah berpaling dari orang-orang yang jahil.
Penafsiran Rasulullah saw terhadap ayat diatas sangat jelas korelasinya. Seseorang yang menghubungkan silaturahim kepada orang yang memutuskannya berarti ia telah mema’afkan. Seseorang yang memberi kepada orang yang mengharamkan pemberian berarti ia telah datang kepadanya dengan sesuatu yang ma’ruf. Serta seseorang yang memaafkan kepada orang yang telah berbuat aniaya berarti ia telah berpaling dari orang-orang yang jahil.
Bahkan
secara aplikatif, perintah ayat ini mampu membendung emosi Umar bin Khattab
saat mendengar kritikan pedas Uyainah bin Hishn atas kepemimpinan Umar. Uyainah
berkata kepada Umar, “Wahai Ibnu Khattab, sesungguhnya engkau tidak pernah
memberi kebaikan kepada kami dan tidak pernah memutuskan perkara kami dengan
adil”. Melihat reaksi kemarahan Umar yang hendak memukul Uyainah, Al-Hurr bin
Qays yang mendampingi saudaranya Uyainah mengingatkan umar dengan ayat
Makarimil Akhlak, “Ingatlah wahai Umar, Allah telah
memerintahkan nabi-Nya agar mampu menahan amarah dan mema’afkan orang lain.
Sungguh tindakan engkau termasuk prilaku orang-orang jahil”. Kemudian
Al-Hurr membacakan ayat ini. Seketika Umar terdiam merenungkan ayat yang
disampaikan oleh saudaranya. Dan semenjak peristiwa ini, Umar sangat mudah
tersentuh dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang menegur tindakan atau prilakunya yang
kurang terpuji. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas).
Para
hadiri khutbah Jum’at Rahimakumullah..
Sungguh
dalam keseharian kita, di sekeliling kita, tipologi orang-orang jahil,
orang-orang yang mengabaikan aturan, norma dan nilai-nilai kebaikan Islam akan
sering kita temui. Jika sikap yang kita tunjukkan kepada mereka juga
mengabaikan aturan Allah swt, maka bisa jadi kita memang termasuk kelompok
orang-orang jahil seperti mereka. Namun kita berharap, mudah-mudahan nilai spritualitas
dan moralitas yang telah tertanam selama proses madrasah Ramadhan masih tetap
membekas dan mewarnai sikap dan prilaku kehidupan kita, sehingga tampilan
akhlak yang mulia senantiasa menyertai ucapan, sikap dan tindakan kita terhadap
sesama, untuk kebaikan bersama umat. Allahu A’lam.
Demikianlah
khutbah Jum’at yang dapat saya sampaikan, semoga dengan Khutbah tersebut dapat
menambah keimanan dan ketaqwaan kita sehingga kita dapat menjadi hamba Allah
yang berakhlaqul karimah, karena sesungguhnya Rasulullah di utus didunia ini
sebagai penyempurna akhlaq umat seluruh alam ini.
Khutbah
ke dua…
إِنّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
و مِنْ سَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى
مُحَمّدٍ
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا
اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Do’a
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ
تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا
رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ
لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ
الْكَافِرِيْنَ. رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين